Sepasang pengantin baru saja mengakhiri masa lajangnya. Baru saja
mengucapkan sebuah kalimat singkat padat dan dalam penuh makna, ucapan
akad nikah seraya berjanji dalam hati bahwa masing-masing akan berazam
pada dirinya sendiri, bahwa pernikahan yang akan dijalaninya nanti,
keluarga yang akan dibentuknya nanti akan berlandaskan cinta kasih,
berpondasikan ketaatan pada Allah, beratapkan sunnah dan memagarinya
dengan kasihsayang dan rasa saling percaya. Malamnya sebelum keduanya
menikmati rizki yg diberikan oleh Allah, keduanya saling memberikan
sebuah hadiah berupa kado berisikan surat tentang impian-impian masing2,
tentang asa dan harapan, tentang keinginan dan cita-cita juga tentang
kelebihan dan kekurangan dirinya.
Pertama kado sang suami pada sang istri.
Assalamualaikum wrwb.
Untuk adindaku sayang,
Aku sangat bersyukur kepada Allah atas pernikahan ini, atas dipilihnya
engkau sebagai pendampingku atas dipilihnya engkau sebagai kekasihku.
Aku juga bersyukur bahwa Allah telah mempertemukan aku dengan mu untuk
menjalani sisa kehidupan ini bersamamu.
Adindaku sayang,
Aku adalah orang asing bagimu, dan engkau adalah orang asing bagiku.
Kalau bukan karena mengharap ridha Allah atas pernikahan ini, tentu
engkau akan memilih orang dekat yg engkau ketahui latar belakangnya,
tapi karena engkau memilih Allah sebagai pelindungmu atas segala bahaya
yg akan datang padamu, atas segala nikmat yg akan tercurah kepadamu maka
engkau memilih aku sebagai suamimu meskipun aku sangat asing bagimu.
Maka dengan itu pula akupun berdoa kepada Allah semoga engkau selamat
dari bahaya yg timbul karena menikah denganku dan semoga rahmat Allah
dapat tercurah kepadamu melalui pernikahan ini.
Adinda sayangku.
Aku bukanlah manusia sempurna yang terbebas dari salah. Aku hanyalah
seorang hamba yg ingin menyempurnakan separuh agama, melaksanakan sunnah
nabi seperti para sahabatku lainnya. Aku hanyalah seorang pengembara
yang baru saja menemukan pulau tambatan hati, setelah sekian lama
terombang-ambing dalam gelombang kebingungan dan kebimbangan, hingga
Allah menurunkan rizkinya kepadaku berupa dirimu, sebagai tempat pelipur
lara, sebagai tempat berkasih sayang, sebagai tempat berkeluh kesah,
sebagai tongkat penunjuk jalan, sebagai pelita dalam kegelapan, sebagai
embun dikala dahaga, sebagai tempat berteduh dikala panas, sebagai
selimut dikala dingin, sebagai peredam duka dikala emosi, sebagai tempat
berpangku mesra dikala gundah gulana dan sebagai tempat mengadu dikala
ragu dan buntu.
Adindaku, Aku menyadari siapa diriku, maka aku tak ingin meminta
lebih kepadamu, aku tak ingin engkau secantik Zulaikha,atau secerdas
Aisyah, atau sezuhud Khadijah atau semulia Maryam. Aku juga tak ingin
engkau sesolehah Asiah tetapi bersuamikan firaun. Aku hanya ingin engkau
seperti apa adanya, yg menangis dikala sedih, yg marah dikala terluka
dan tersenyum dikala bahagia. Aku tidak menginginkan engkau sesempurna
istri sang nabi, sebab aku sadar bahwa aku pun tidak sesempurna beliau.
Yang aku inginkan adalah bahwa kita saling menjaga agar bisa meneladani
sikap mereka.
Adindaku…
Jika engkau mengharap harta dariku, ketahuilah aku hanyalah seorang
pemuda biasa, yg penghasilannya dapat engkau lihat sendiri. Aku juga
bukan pengusaha yg mungkin bisa mewujudkan semua impianmu dengan uang
mereka. Tapi jika engkau berpendapat bahwa harta dapat membawa kita
kepada syurga, atau kefakiran bisa membawa kepada kekufuran, aku setuju
dengan mu. Tapi aku bukanlah Abdurrahman bin auf, atau Abu bakar shiddiq
atau ustman bin affan, yg dengan hartanya bisa membawa mereka ke pintu
syurga. Aku mungkin hanya bisa menjadi Abudzar al giffari, yg hidup
dalam kesendirian dan mati dalam kesendirian. Hanya iman yg ia bawa dan
istri yg setia yg menemani pada saat-saat terakhirnya.
Adinda ku..
Justru dengan keberkahan yg insya Allah hadir bersamamu, kita bisa
bersama-sama mengumpulkan harta sebagai bekal untuk akhirat kita. Justru
dengan pernikahan ini semoga Allah membukakan pintu-pintu rezeki dari
arah yg kita tidak sangka-sangka.
Adindaku sayang..
Saat mengetahui engkau menerima khitbahku. Aku menangis terharu, bumi
yang ku pijak seakan bergoyang. Aku tak kuasa menahan rasa bahagia saat
itu, saat engkau menyetujui lamaranku. Penantian panjang dan melelahkan
yg menghabiskan hampir separuh nafas para pemuda dan pemudi, yg membuat
mereka terbangun dikala malam, mengadukan nasibnya pada illahi rabbi,
menangis disela-sela rintihan dan doa seraya bertanya kapan masa itu
akan hadir menjemput mereka.
Masa-masa yg menggetarkan jiwa, menyenangkan hati dan membuat
orang normal seperti orang kekurang akal, masa yang hakikatnya seperti
berjalan diatas titian besi panas hingga mampu menjerumuskan mereka yg
tidak sabar akan datangnya masa bahagia itu. Adindaku, tibanya masa itu
merupakan rahmat yg tiada tara bagi para hamba yang bersyukur, yang
menyadari bahwa pernikahan itu adalah sebuah perjuangan dan bukanlah
sebuah permainan.
Sayangku…
Jika engkau mengharapkan ketampanan, kesempurnaan fisik dan penampilan,
ketahuilah aku hanyalah seorang manusia biasa, yg lahir dari benih ayah
dan ibuku, yang rupa dan bentuk fisiknya tak bisa aku inginkan sesuai
mauku. Aku hanya menerima takdir tuhan, beginilah diriku adanya. Aku
tidak setampan nabi Yusuf, tidak segagah nabi Daud, tidak sekuat Umar
bin khatab, tidak sehalus Usman bin affan, tidak sepintar Ali bin abi
thalib, dan aku juga tidak sesabar Abu bakar shiddiq. Jika engkau
menginginkan semua sifat itu ada padaku, maka aku berlindung kepada
Allah, atas kelemahan diriku. Tapi jika engkau mendoakan aku memiliki
salah satu saja sifat mulia mereka, maka aku bersyukur kepada Allah atas
doamu itu dan juga atas berlipatnya rizkiku karena menikah dengan
manusia pemilik doa sepertimu.
Adindaku, aku dan engkau akan tahu, kita akan menghadapi
masa-masa yang akan datang bersama-sama, masa yang kadang indah untuk
dikenang, atau pahit untuk diingat. Semua tergantung seberapa besar hati
ini mau melapangkan jalan untuk menerima apapun kondisi itu. Sayangku,
Jika salah satu sudut hatimu pada saat ini sudah terisi untukku, maka
sudut-sudut yang lain isilah dengan rabb pencipta alam semesta.
Jangan kau isi semua sudut hatimu dengan diriku atau dengan
yanglain kecuali Tuhan mu, sebab aku tidak akan sanggup menjaga mu
bahkan menjaga hatimu, hanya Allah lah yang bisa menjagamu, menjaga hati
dan jiwamu, menjaga fisik dan ragamu. Kamu mungkin bisa melupakan aku
jika aku berbuat kesalahan, kamu bisa saja membuang sudut hati tempatku
berpijak dan mengganti dengan orang lain yang sesuai dengan keinginanmu,
tapi engkau tidak akan bisa melupakan rabb pemilik hatimu. Dan aku
lebih nyaman jika hatimu dikuasai oleh pemilik alam semesta, ketimbang
dikuasai oleh aku atau apapun itu.
Adindaku,
Insya Allah kita akan menjalani tahap-tahap usia pernikahan kita,
Pada tahun pertama perkawinan kita, kuharap engkau mau lebih bersabar,
mau memahami lebih dalam perbedaan-perbedaan antara kita, sebab kita
adalah dua orang asing yang harus mengayuh perahu bersama, jika kita
tidak bisa bekerja sama, aku khawatir perahu ini tenggelam ketika baru
saja kita meninggalkan pantai.
Pada tahun kedua hingga tahun kelima, kuharap engkau sudah mengerti
tentang diriku, tentang sifat dan tingkah lakuku. Saat itu mungkin anak
pertama kita akan lahir dan tanggung jawab kita sebagai orangtua baru
dimulai.
Aku berpesan kepadamu, kemulyaanmu sebagai seorang ibu baru saja
dimulai, jika engkau merasa capek dan lelah janganlah sungkan-sungkan
untuk meminta tolong kepadaku. Meski aku tahu pada saat itu mungkin
kehidupan kita masih prihatin. Tapi aku yakin anak-anak kita yang masih
lucu akan mampu menghapus semua duka lara, letih dan lelah serta rasa
capek dan lelah karena tugas kita. Tugasmu sebagai madrasah yang memberi
pendidikan agama dan nilai luhur para orang saleh pendahulu kita, dan
tugasku membantumu membumikan pendidikan itu.
Pada tahun kelima hingga kesepuluh, mungkin kita akan didera oleh
kondisi keuangan karena saat itu kebutuhan kita akan meningkat,
anak-anak beranjak ke sekolah dan kebutuhan rumah tangga akan meningkat.
Aku memohon kepadamu, bantu aku dengan doa-doamu, dengan dhuha dan
tahajudmu dengan zikir dan shodaqohmu, semoga masa-masa sulit segera
pergi hingga Allah memenuhi janjinya kepada kita.
Pada tahun kesepuluh hingga keduapuluh, mungkin Allah telah
mengalirkan rezeki yang deras kepada kita, kehidupan mulai mapan,
kesejahteraan mulai datang, dan anak-anak mulai dewasa. Aku memohon
kepadamu, bantu aku menguatkan batin dan jiwaku agar aku tidak
terperosok kedalam jurang kenistaan, karena godaan dunia berupa harta
tahta dan wanita. Sadarkan aku tentang umur dan usiaku yang mulai menua
juga temperamenku yang mulai meninggi dimakan usia. Bantu aku bersahabat
dengan anak-anak kita, berikan mereka pengertian tentang arti kehidupan
sesungguhnya, karena sebentar lagi mereka akan memilih jalannya
masing-masing.
Pada tahun ketigapuluh dan sesudahnya, aku tak tahu apakah kita
akan sampai disitu, yang jelas kita akan kembali berdua, anak-anak
lelaki kita akan pergi dan anak perempuan akan mengikuti suaminya. Kita
hanyalah sepasang manusia renta yang tak bisa melawan takdirnya. Kuingin
saat itu, hari-hari kita hanya dipenuhi zikir dan tasbih, dipenuhi
munajat dan doa, seraya menunggu utusan Tuhan datang menjemput.
Aku ingin engkau dan aku tetap menjadi pasangan didunia dan
akhirat, jadi kumohon kita saling menjaga, saling memberi peringatan dan
tausiah agar tujuan pernikahan ini sesuai dengan yang kita harapkan.
Terakhir aku ingin kado ku ini menjadi prasasti cinta kita, yang
tertanam jauh dilubuk hati, sehingga jika terjadi goncangan, kita selalu
kembali ke komitmen awal pernikahan.
Salam bahagia
Suamimu.
Kado dari sang istri.
Assalamualaikum wr.wb.
Untuk suamiku tercinta.
Aku bersyukur kepada Allah atas pernikahan ini, atas rahmatnya yang
mengirim engkau untuk menjadi pangeranku. Aku berdoa kepada Allah seraya
berkhusnudzon kepada ayahku; sebagai bakti kepadanya; yang menyetujui
kamu sebagai suamiku meski aku tak begitu mengenal siapa dirimu. Aku
berlindung kepada Allah atas niat yang buruk, atas rencana yang jahat
dan atas segala keburukan dari sebuah peristiwa. Aku berserah diri
kepada Allah atas pilihanku dan bertawakal kepadaNYA.
Suamiku sayang,
Aku yakin engkau suami soleh yang dikirim oleh Allah untuk ku, Aku yakin
kepadamu karena engkau adalah pilihan ayahku dan jawaban dari
istikharahku. Aku berharap pernikahan ini adalah pernikahan ku
satu-satunya dan engkau adalah suami dunia akheratku. Jika aku tidak
sempurna dimatamu, ku minta tunjukan padaku bagaimana cara menjadi istri
sempurna, apapun aku lakukan untukmu, asal tidak melanggar syariat yg
dibenarkan.
Suamiku sayang,
Ketika ayahku menyetujui aku menikah denganmu, sebenarnya aku kasihan
kepadamu, sebab engkau belumlah sekuat ayahku dan setegar dirinya dalam
menghadapi sikap dan tingkah lakuku, engkau bagiku seperti pemuda nekat
yang datang berjuang dengan tangan kosong tapi aku yakin, ketulusanmu
dan kesucian niatmu semoga membuat ridha allah mengaliri pernikahan
kita.
Suamiku, sebagaimana sabda nabi bahwa kaum wanita seperti tulang
rusuk yang bengkok, maka jika engkau ingin meluruskan aku, luruskanlah
dengan kasih sayang dan dalam kondisi yg nyaman, karena jika engkau
meluruskan aku dalam kondisi emosi dan tidak nyaman, aku tak yakin bahwa
allah akan membantumu melaksanakan maksudmu, bahkan engkau akan
menderita karena hal itu.
Suamiku, perlu engkau ketahui, sebagaimana atsar dari aisyah yang
menyatakan bahwa perkawinan itu ibarat perbudakan bagi kaum perempuan,
maka seyogyanya para wali mencarikan suami yang benar untuk anak atau
saudara perempuannya. Maka jika bagimu kau inginkan pernikahan seperti
itu, maka aku rela melakukannya, asal engkau bisa membantuku mengangkat
derajatku ketempat yang lebih tinggi, agar aku bisa layak masuk syurga
karenanya , bukankah dalam islam sangat mudah bagi wanita memperoleh
tiket ke surga, ia hanya butuh ridha allah dan ridha suaminya.
Suamiku, sebagaimana suatu ikatan atau perjanjian dimana dalam
perjanjian itu tidak boleh ada satupun yang menzhalimi atau merasa
didzhalimi yg menyebabkan perjanjian itu menjadi haram dimata Allah,
Maka ikatan pernikahan ini kuingin tak ada satupun diantara kita yang
merasa dizhalimi atau menzhalimi. Ku ingin engkau mengerti perasaan
setiap wanita, ku ingin engkau berempati kepada kaum perempuan, tanpa
melanggar syariat yang dibenarkan, ku harap dengan izin tuhan bahwa aku
ingin seperti fatimah azzahra, yang tidak pernah dimadu seumur hidupnya
oleh Ali bin Abi Thalib. Jika engkau bisa memenuhi harapanku, semoga
allah memberikan balasan kepadamu atas kebaikanmu kepada ku, jika tidak
maka aku harap keputusan mu itu adalah keputusan yang paling darurat dan
tanpa melanggar syariat serta tanpa menyakiti hati seorang manusiapun
di muka bumi ini.
Suamiku, aku ingin bercerita kepadamu tentang kemuliaan suatu
niat, terutama niat dalam sebuah pernikahan, dimana pernikahan itu akan
berkah atau tidaknya tergantung niat awal dari masing-masing pasangan.
Suamiku pernahkah engkau mendengar kisah tentang ummu sulaim, sahabat
wanita yang dimasa hidupnya telah dijamin oleh Allah masuk syurga,
engkau pasti pernah mendengarnya, kalaupun lupa aku akan mengingatkannya
tentang itu. Ummu sulaim, seorang sahabat wanita yang maharnya
merupakan mahar terindah sepanjang sejarah, maharnya adalah syahadat
suaminya meskipun suaminya sebelum itu; ingin memberikan segudang emas
dan perak jika ia mau menikah dengannya, tetapi semua ditolaknya. Ia
hanya menginginkan keislaman suaminya.
Dari niat yang tulus dan benar itu, melahirkan rumah tangga yang
kuat dan dipenuhi keberkahan, keduanya saling menjaga agar senantiasa
keluarga mereka dipenuhi keimanan. Suatu ketika anak bungsu mereka
meninggal dunia, malamnya suaminya Abu Tholhah baru saja pulang
berdagang, tahukan engkau bagaimana ummu sulaim menenangkan suaminya,
dijamunya suaminya dengan makanan yang nikmat, serta diberinya pelayanan
yang menenangkan jiwa dan raga suaminya, setelah selesai diajaknya
suaminya berdialog tentang amanat atau titipan yang harus dikembalikan
jika sang empunya mengambilnya kembali.
Tahukah kamu suamiku, rasulpun mendoakan semoga mereka mendapat
ganti keturunan yang lebih baik, dan benar saja, kelak benih yang
tertanam malam itu melahirkan anak-anak para penghafal alquran dari
generasi tabiin.
Suamiku, dari kisah ummu sulaim tadi, aku hanya menginginkan aku
dan kamu meluruskan niat pernikahan ini, semoga dengan lurusnya niat
kita, memudahkan langkah-langkah kita ke depannya.
Suamiku sayangku, jika engkau menginginkan seorang istri yang
saleh, ketahuilah aku bukanlah orang yang engkau maksud, justru aku
ingin engkau membimbingku menjadi istri yang saleh, aku tak mau menjadi
istri seperti istri nabi Nuh atau nabi Luth, yang mempunyai suami saleh,
tetapi kesalehan suaminya tidak membawanya kepada kebaikan sama sekali.
Suamiku, ketika aku menyerahkan kemudi hidupku kepada mu, itu
artinya adalah bahwa engkau menjadi pemimpin bagiku, dan bagi anak-anak
kita nanti. Jadilah pemimpin yang baik dan adillah terhadap orang yang
kamu pimpin. Berhasil atau tidaknya keluarga ini, selamat atau tidaknya
bahtera keluarga kita, tergantung kepada dirimu sebagai nahkoda, aku
sebagai istri hanya merupakan penumpang yang membantumu menavigasi arah
perahu kita, tidak lebih dari itu.
Suamiku inilah yang bisa aku sampaikan kepada mu, tidak ada yang
aku inginkan dari pernikahan ini melainkan kebaikan saja, siapapun
dirimu, lebih atau kurangnya kamu, aku tak akan melihatnya,
keberkahanlah yang aku inginkan dari pernikahan ini. Jika nanti engkau
melihat banyak kekurangan pada diriku, itulah aku sebagai manusia biasa
yang penuh salah dan dosa, dan jika nanti engkau melihat banyak
kelebihan pada diriku, maka bersyukurlah kepada Allah atas nikmat yang
diberikan kepadamu, semoga engkau tidak salah memilih aku sebagai
pendamping mu.
Salam hormat dan takzim untuk suamiku,
Dari istrimu.
Selepas membaca kado masing-masing, keduanya saling menangis haru,
tiadalah kebahagiaan yang paling sempurna dimuka bumi setelah iman,
selain kebahagian diberikan pendamping yang soleh dan solehah, yang akan
menjadi sahabat dikala gembira dan menjadi pelipur lara dikala berduka.
Tiada yang dapat mereka ucapkan selain tahmid dan tasybih seraya
bersyukur atas nikmat yang sangat besar yang diberikan Allah kepadanya.
Para jiwa menjadi tentram dan damai, para hatipun menjadi khusyuk.
Ketika Allah telah menurunkan rizkinya kepada hamba, maka nikmat Tuhanmu
mana lagikah yang kalian dustakan (Ar-rahman:18)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar